Liriknya cantik, barisnya menarik. Cukup tajam walau ia hanya diam. Puisi ini diciptakan oleh Taufiq Ismail untuk memperingati hari ulang tahun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang ke 62 yang jatuh pada tanggal 9 September 2011.
Mendengar puisi ini dalam sebuah tv show comedy di salah satu stasiun tv swasta. Dan aku berminat mencari versi lengkapnya untuk dicatatkan dalam jurnal pribadi ini. Tak mudah ditemukan hingga aku menjumpainya dalam catatan jelajah sebuah langkah kecil milik bu Tatty Elmir. Terima kasih bu :)
Tergugah mengutip puisi ini, dengan harapan tidak ada lagi puisi sindiran yang diberikan oleh bapak Taufiq Ismail saat pemimpin selanjutnya berulang tahun.
Menghormati Hari Jadi Presiden Republik Indonesia
Adalah suatu kehormatan
Saya diminta oleh TV One
Agar sebuah puisi pagi ini dibacakan
Sangat istimewa, karena kepada siapa ini ditujukan.
Kepada saudaraku Presiden Republik Indonesia
Selamat hari jadi hari ini
Semoga dalam mengemban tugas sangat berat ini
Anda dalam kesehatan dan dianugerahi kekuatan
Karena sepanjang sejarah negara kita
Belum pernah ruwetnya masalah yang membelit bangsa
Seruwet sekarang ini.
Perkenankan saya di awal puisi ini
Sama berbagi apa yang sudah sama kita ketahui.
Kita hidup di sebuah zaman ketika uang dipuja-puja sebagai Tuhan
Dengan uang hubungan antar manusia diukur dan ditentukan
Ketika mobil, tanah, deposito, relasi dan kepangkatan
Ketika politik, ideologi, kekuasaan disembah sebagai Tuhan
Ketika dominasi materi menggantikan Tuhan
Sehingga di negeri ini tak jelas lagi batas antara halal dan haram
Seperti membedakan warna benang putih dan benang hitam
Di hutan kelam
Jam satu malam
Ketika 17 dari 33 Gubernur jadi tersangka
52 persen banyaknya
Ketika 147 dari 473 Bupati dan Walikota jadi tersangka
36 persen jumlahnya
Ketika 27 dari 50 anggota Komisi Anggaran DPR ditahan
62 persen jumlahnya
Ketika sogok menyogok dari barat ke timur menjadi satu
Pelaku bisnis menyuap ke kanan dan ke kiri
Mengantar komisi kesana dan kemari
Eksekutif, legislatif, yudikatif dan bisnis banyak menjadi garong berdasi
Walau masih ada yang jujur, tapi jumlahnya sedikit sekali
Ketika hakim, jaksa, polisi, dan pengacara sedikit yang bisa dipercaya
Ketika keputusan pengadilan blak-blakan diperjual-belikan
Begitu banyak hakim, ha-a-ka-i-em, bila dipanjangkan
Hubungi - aku - kalau - ingin - menang *)
Begitu banyak jaksa, je-a-ka-es-a, bila dipanjangkan
Jajaki - aku - kalau - sesuai - anggarannya
Begitu banyak polisi, pe-o-el-i-es-i, bila dipanjangkan
Percayalah - obyekan - licin - ini - sukses - implementasinya
Inilah dia zaman, betapa susah kita berjumpa kejujuran.
Saudaraku Presiden Republik Indonesia
Kita hidup di zaman ketika perilaku bangsa mulai berubah
Sedikit-sedikit tersinggung, teracung kepalan dan marah-marah
Lalu merusak, membakar dan menumpahkan darah
Menggoyang-goyangkan pagar besi hingga rebah
Berteriak dengan kata-kata sumpah serapah
Sungguh sirna citra bangsa yang ramah tamah.
Ini terjadi sesudah benungan besar roboh satu dasawarsa silam
Reformasi yang membawa perubahan politik kenegaraan
Tapi berhanyutan pula nilai-nilai luhur luar biasa tinggi harganya
Nilai keimanan, kejujuran, rasa malu, kerja keras, tenggang rasa
Remuk berkeping-keping karakter mulia bangsa.
Saudaraku Presiden Republik Indonesia
Apabila dalam bait-bait pusis saya diatas tadi
Berulang kali disebut anomali bangsa sendiri
Tapi saya tidka mengumpat atau menyalahkan kesana kesini
Saya merasa sangat malu di dalam hati
Dan serta berdosa
Karena saya ikut mewariskan keruwetan dan kebrantakan ini
Umur saya lebih tua dari umur anda
Saya dulu udah ikut berikhtiar merubah keadaan
Tetapi oleh Tuhan tidak sepenuhnya dilapangkan jalan.
Inilah yang kepada anak-cucu saya sampaikan.
Saudaraku Presiden Republik Indonesia,
Bukan kepalang beban tanggung-jawab yang anda pikul
Lebih berat dari zaman-zaman sebelumnya
Jauh-jauh-jauh lebih berat
Bersihkanlah yang kotor-kotor dari Pemerintahan anda
Selamatkan anak-anak dan cucu-cucu kita dengan akhlak mulia
Bekerjalah dengan gebrakan yang cepat dan tegas
Sebagai bangsa kita bekerja, bekerja, bekerja
Sebagai bangsa kita berdoa, berdoa, berdoa.
2011.
*) dari buku kumpulan puisi Hakim Agung Laica Marzuki, 2008.
Salam,
Seorang rakyat jelata.
No comments:
Post a Comment